• Call: +62
  • E-mail: sahita.institute@hints.id
Sahita Institure
  • Home
  • About Us
  • Campaign
    • Trade Justice
    • Digital Justice
    • Energy Transtition
  • Collective Idea
    • Visual Movement
    • Article
  • News
  • Publication
No Result
View All Result
Sahita Institute
No Result
View All Result

Somasi Terbuka kepada Pemerintah atas Masalah Uang Kuliah Mahal

December 23, 2024
in News
Home Collective Idea News
Share on FacebookShare on Twitter

JAKARTASATU.COM /03/06/2024 – Aliansi Pendidikan Gratis (Apatis), yang merupakan jaringan masyarakat lintas organisasi di Indonesia melayangkan surat somasi terbuka serta petisi kepada Presiden Republik Indonesia dan Mendikbudristek Republik Indonesia. Tindakan ini terutama didasarkan pada masalah kebijakan biaya pendidikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) yang tidak terjangkau rakyat secara umum, cacat logika, dan cacat hukum, sebagaimana diatur dalam dalam Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024.
Apatis juga memberikan ultimatum bahwa jika dalam waktu 17 hari (17 x 24 jam) tuntutan-tuntutan mereka tidak dipenuhi oleh Presiden Republik Indonesia dan Mendikbudristek Republik Indonesia, maka mereka akan melakukan langkah-langkah hukum dan konstitusional sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun tuntutan-tuntutan yang diajukan Apatis adalah sebagai berikut:
1. Cabut Permendikbudristek No. 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi.
2. Kembalikan rumus Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dikurangi biaya yang ditanggung oleh Pemerintah (BOPTN dan BPPTNBH), yang wajib mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa, ortu mahasiswa atau pihak lain yg membiayainya.
3. Tingkatkan sekurang-kurangnya dua kali lipat anggaran BOPTN dan BPPTNBH, lalu alokasikan untuk memberi subsidi tarif UKT mahasiswa, yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
4. Wajibkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menerapkan UKT golongan 1 (nol rupiah) dan UKT golongan 2 (500.000 s/d 1.000.000 rupiah) pada mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi sekurang-kurangnya 40% dari seluruh populasi mahasiswa di suatu PTN, di luar mandat program KIP-K dan beasiswa.
5. Kembalikan pungutan tunggal dalam sistem UKT, dengan melarang penerapan IPI di kampus-kampus dan termasuk segala pungutan di luar UKT (seperti pungutan KKN, KKL, praktikum, yudisium, wisuda, dsb).
6. Terapkan kebijakan tarif UKT regresif (tarif yang mengalami penurunan nominal secara periodik) sekurang-kurangnya 10% setiap tahun untuk diberlakukan ke semua PTN, seiring dengan penambahan BOPTN ke semua PTN.
7. Terapkan indikator penempatan mahasiswa dalam golongan UKT secara nasional, dengan mempertimbangkan aspek-aspek sekurang-kurangnya kemampuan ekonomi dan jumlah tanggungan keluarga/wali mahasiswa. Indikator tersebut harus diumumkan secara transparan kepada publik.
8. Batalkan seluruh kerjasama pinjaman dana pendidikan (student loan) antara perusahaan-perusahaan lembaga keuangan (perbankan maupun perusahaan pinjaman online) dengan perguruan tinggi.
9. Anggarkan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Swasta (BOPTS) pada semua Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang bersifat nirlaba, yang fokus dialokasikan untuk penurunan tarif uang kuliah mahasiswa PTS yang kurang mampu secara ekonomi.
10. Wajibkan perguruan tinggi untuk melibatkan civitas akademika (mahasiswa, dosen, dan pekerja kampus) secara terbuka dalam setiap perencanaan, perumusan, dan pengambilan kebijakan perguruan tinggi yang berdampak pada civitas akademika.

Apatis mengajak masyarakat untuk bergabung dalam gerakan bersama menyerukan somasi terbuka tersebut, dengan menghubungi narahubung maupun akun media sosial Aliansi Pendidikan Gratis.

Saat ini, beberapa organisasi yang berjejaring dalam Aliansi Pendidikan Gratis adalah sebagai berikut:
Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Senat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fraksi Pancacita, BEM FPIMA Universitas Negeri Makassar, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), Ruang Juang, Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Liga Mahasiswa Indonesia Untuk Demokrasi (LMID), Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO), Adkesma BEM FH Universitas Diponegoro, Konfederasi KASBI, Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika, FL2MI Wilayah D.I. Yogyakarta, Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI), LBH Samarinda, LBH Manado, LBH Palembang, LBH Medan, LBH Pekanbaru, LBH Bali, LBH Palangka Raya, LBH Semarang, LBH Bandung, LBH Jakarta, LBH Surabaya, LBH Yogyakarta, LBH Makassar, LBH Padang, LBH Bandar Lampung, Sahita Institute (Hints), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Federasi Pelajar Jakarta, Federasi Pelajar Bekasi, Marsinah.id, Perempuan Mahardhika Jakarta, FIAN Indonesia, Ekomarin, Puanifesto, Solidaritas Pemoeda Rawamangun (SPORA) UNJ, Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) Nusa Tenggara Barat, Yayasan Tananua Flores, Aliansi Mahasiswa Penggugat, Beranda Migran, UNAND Buka Mata, HIMASHI (Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional) Universitas Andalas, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Pemuda Baru Indonesia (Pembaru) Cabang Jakarta, BEM Universitas Bengkulu, Perkumpulan Mahasiswa Jabodetabek Universitas Mataram, Unit Kegiatan Mahasiswa Pengenalan Hukum dan Politik Universitas Andalas (UKM PHP UNAND), Keluarga Mahasiswa Cibaliung (KUMAUNG), Unit Kegiatan Mahasiswa Pilar Seni Universitas Mandalika (UKM Pilar Seni), Beranda Perempuan Cabang Jambi, Progress Kalimantan Tengah, Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Aliansi Gerakan Buruh Indonesia (AGBI), Aliansi Rakyat Tertindas (ART), BEM SI (Kerakyatan), UKM HMP2K (Himpunan Mahasiswa Peneliti dan Pengkaji Kemasyarakatan) Universitas Mataram, UKM WMPM (Wahana Mahasiswa Pengabdi Masyarakat) Universitas Mataram, Komite Politik Nasional, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Lingkar Studi Perempuan Mataram (LSP Mataram), Forum Mahasiswa Lombok Timur (FORMASTIM), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) NTB, Aksi Kamisan Karawang, Sembada Bersama, CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Himapol – Universitas Bung Karno, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Penerbit Semut Api, Yogyakarta, PEMBEBASAN, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah FAI Universitas Ahmad Dahlan, BEM FAI Universitas Ahmad Dahlan, BEM FH Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah FH Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Eksekutif Wilayah LMND DIY, Lingkar Keadilan Ruang, Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), ⁠Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS) UPI, ⁠Hima Satrasia UPI, BEM KM Universitas Negeri Yogyakarta, Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis (LPPMD) Universitas Padjadjaran, Social Movement Institute,[c] Aksi Kamisan Jogja, BEM Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang (UNIS), BEM Universitas Diponegoro, BEM Politeknik Negeri Jakarta, Serikat Pekerja Kampus, Social Justice Indonesia, Aksi Kamisan Pekanbaru, Project Multatuli | WAW-JAKSAT

Source : https://jakartasatu.com/2024/06/03/somasi-terbuka-kepada-pemerintah-atas-masalah-uang-kuliah-mahal/

Previous Post

President-elect asked to care for community, environment at downstream nickel industry

Next Post

Ancaman Jurus Prabowo-Gibran Membiayai Pembangunan Melalui Danantara

Editorial

Editorial

Discussion about this post

Follow Us

  • Dunia sedang mengalami perubahan besar dalam konstelasi ekonomi-politik global. Ini ditandai dengan kemunduran relatif AS sebagai kekuatan imperialis utama bersama mitra strategisnya di Barat, perlambatan ekonomi kapitalis sejak krisis Keuangan Besar 2008–yang diperparah dengan pandemi covid-19, dan munculnya kekuatan-kekuatan alternatif seperti Tiongkok, Rusia, dan negara-negara lain yang disebut sebagai ‘penguatan’ Global South dengan visi yang condong mengarah pada tatanan dunia multipolar. Tentu, terlalu dini untuk mendeklarasikan kekalahan AS dan  Barat di saat kekuatan tersebut masih memegang kendali kuat pada bidang militer dan teknologi. 

Begitu pula perang tarif yang dilancarkan oleh Donald Trump perlu dipertimbangkan sebagai tujuan imperialis AS untuk menegaskan kembali  kekuatannya. Akan tetapi, kebangkitan kekuatan Global South tidak bisa diremehkan, mengingat rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut mencerminkan kemampuan mereka sebagai pemain penting dalam percaturan ekonomi-politik global.

Perubahan besar memicu perdebatan tentang arah masa depan tatanan dunia. Dalam konteks ini, multipolaritas yang diaspirasikan Global South sering dipandang sebagai peluang untuk membuat tatanan global yang lebih demokratis. Inisiatif seperti BRICS+ dan OPEC+, kerjasama ekonomi Selatan-Selatan, serta diplomasi energi dan pangan menjadi sinyal dari upaya negara-negara periferi untuk membangun tatanan yang lebih setara. Namun, pertanyaan penting muncul: apakah ini benar-benar menjanjikan pembebasan, atau hanya mengganti wajah kekuasaan global yang tetap bersifat eksploitatif? Dalam praktiknya, kerja sama ini kerap tidak lepas dari kepentingan elite negara dan korporasi besar, serta belum sepenuhnya mengakar pada gerakan rakyat yang sejati.

Dalam waktu yang sama, imperialisme global juga ikut menyesuaikan dirinya. Salah satu wajah barunya adalah melalui apa yang disebut sebagai green colonialism — yakni kolonialisasi dalam bentuk menggunakan proyek-proyek transisi energi "hijau" yang dibaliknya justru memperparah perampasan tanah, penggusuran masyarakat adat, dan pencaplokan sumber daya alam oleh perusahaan.
  • Sering mendengar pepatah "Jangan tanyakan apa yang negara berikan padamu, tapi tanyakan apa yang negara (Pemerintah Indonesia) berikan kepada Paman Sam...😁"

Negeri kita sejak dahulu terkenal dengan budaya ramah tamahnya, kali ini kembali terbukti dengan keramahannya kepada Investasi asing dalam hal ini Amerika Serikat.

Say good bye to "TKDN"
  • Upaya menghapus hambatan tarif tersebut merupakan salah satu ketentuan yang tercantum dalam Perjanjian Perdagangan Timbal Balik (Agreement on Reciprocal Trade) antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Jika ini benar-benar terjadi tentu dampak yang akan timbul bagai pil pahit yang harus ditelan oleh industri yang ada di Indonesia. Membanjirnya produk impor asal Amerika Serikat semakin membanjiri komoditas yang sudah penuh sesak dengan komoditas asal negara lain dan semakin memojokkan kondisi industri Indonesia semakin ke tepi jurang.

Apakah memang sudah waktunya mengibarkan bendera One Piece?

#onepice
  • Pengelolaan data pribadi masyarakat Indonesia oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat ini merupakan salah satu hal yang disepakati sebagai bagian dari kesepakatan penetapan tarif resiprokal 19 persen untuk Indonesia. 

Gedung Putih menyebut pengelolaan data pribadi masyarakat merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan, jasa, dan investasi digital Amerika Serikat. Disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan Amerika Serikat telah mengusahakan reformasi itu selama bertahun-tahun.

Masalah besar atas arus data lintas negara adalah korporasi besar bidang teknologi sangat diuntungkan dari perluasan digitalisasi ekonomi dengan mengendalikan data di dunia global. “Siapa yang mengontrol data pada dasarnya dapat mendominasi domain digital. Dan mereka menginginkan hak mutlak untuk mengontrol data yang dihasilkan dalam bisnis. Saat ini mereka juga melakukan lobi mempertahankan monopoli data” ujar Olisias Gultom. Jangan sampai kesepakatan ini menjadi kekhawatiran bersama dimulainya Kolonialisme Data yang dilakukan oleh Amerika Serikat.
  • “Indonesia akan membayar tarif 19 persen kepada Amerika Serikat untuk semua barang yang mereka ekspor ke negara kita,” kata Trump melalui media sosialnya, Kamis (16/7). Selain soal tarif, kesepakatan yang diteken kedua negara juga mencakup sejumlah komitmen dagang Indonesia terhadap Amerika Serikat. Trump mengungkapkan Indonesia akan membeli komoditas energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS, serta produk agrikultur senilai 4,5 miliar dolar AS. Ia juga menyatakan Indonesia telah sepakat membeli 50 unit pesawat Boeing terbaru, yang sebagian besar merupakan tipe Boeing 777.

Adapun Trump juga menyebut bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menghapus seluruh hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif, bagi produk-produk asal Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia.

Pentingnya kehati-hatian dalam setiap perjanjian dagang dengan negara besar seperti Amerika Serikat agar Indonesia tidak terjebak dalam pola dagang yang merugikan secara struktural, serta prinsip kemandirian dan daya saing nasional harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan perdagangan internasional yang ditempuh pemerintah. Dan semoga perjanjian dagang ini tidak mengarah kepada kolonialisme modern.
  • Transformasi ekonomi global saat ini dijalankan melalui perubahan model industri, dari berbasis fosil ke arah industri hijau. Agenda transisi energi—yang diklaim sebagai solusi krisis iklim—sesungguhnya merupakan bagian dari politik industri global yang menggunakan isu energi terbarukan dan teknologi hijau sebagai sektor strategis. 

Tujuan sesungguhnya untuk merespons krisis kapitalisme dan mempertahankan dominasi industri oleh negara-negara utama. Narasi “hijau” yang dikembangkan ini, dibelakangnya terdapat skema perdagangan, keuangan, dan investasi yang memperkuat ketimpangan ekonomi global dan memperpanjang relasi neo-kolonial antara negara utara dan negara-negara selatan.

Simposium ini dilakukan oleh Panitia Bersama (Hints, KASBI, KPR, KSN, Sempro, PWYP, Sembada dan SMI) di Indonesia dalam rangka menyambut pertemuan internasional Beyond Development Working Group. Acara yang berlangsung tanggal 1 – 3 Juli 2025 ini bertujuan untuk berdiskusi, saling tukar pendapat dan analisis organisasi terkait Kebijakan Industri di Indonesia terdampak atas Transformasi Ekonomi Hijau yang merubah geopolitik dan geoekonomi global.
  • Perang antar satu negara dengan negara lain sudah tentu yang menjadi korbannya adalah rakyat di masing-masing negara tersebut.

Perang yang terkadang memperebutkan sumber daya alam, eksistensi negaranya, memperluas teritori, bahkan hanya kepentingan segelintir elit dan konglomerat negaranya.

Stop Perang!! Saatnya bangun kerjasama dan solidaritas sesama rakyat internasional melawan Imperialisme.
  • WTO (Word Trade Organization) adalah sebuah organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. Tujuan utama WTO adalah untuk membuka perdagangan antarnegara dengan mengurangi atau menghilangkan hambatan tarif dan non-tarif. Keputusan di WTO diambil melalui konsensus atau kesepakatan bersama dari seluruh negara anggota.

Amerika Serikat dahulu adalah pelopor utama lahirnya sistem perdagangan multilateral berbasis aturan melalui WTO. Namun kini, justru AS yang kerap bertindak sepihak, melemahkan institusi yang dahulu ia perjuangkan. Dari penarikan diri terhadap kewajiban multilateral hingga memblokir fungsi Badan Banding WTO, serta yang terkini melakukan kebijakan perang tarif impor dengan “sesuka hatinya” terhadap negara lain yang juga sesama negara anggota WTO.

Lalu apa fungsi dari WTO saat ini?? Mengapa tidak dibubarkan saja sekalian??

#endwto

© 2022 - Sahita Institute

  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
No Result
View All Result
  • Home
  • About Us
  • Campaign
    • Trade Justice
    • Digital Justice
    • Energy Transtition
  • Collective Idea
    • Visual Movement
    • Article
  • News
  • Publication

© 2022 Sahita Institute