• Call: +62
  • E-mail: sahita.institute@hints.id
Sahita Institure
  • Home
  • About Us
  • Campaign
    • Trade Justice
    • Digital Justice
    • Energy Transtition
  • Collective Idea
    • Visual Movement
    • Article
  • News
  • Publication
No Result
View All Result
Sahita Institute
No Result
View All Result

Celah Payment Gateway dalam Praktik Judi Online

Penulis : Nunu Lestari

January 17, 2025
in Article, Collective Idea
Home Collective Idea Article
Share on FacebookShare on Twitter

Perkembangan e-commerce, industri transportasi, media online, dan travel online telah mendorong peningkatan adopsi teknologi keuangan elektronik. Seiring dengan meningkatnya adopsi pembayaran digital, payment gateway disebut akan terus memainkan peran penting dalam mendukung transaksi online. Sementara itu, tren transaksi digital di Indonesia menunjukkan pertumbuhan pesat, sejalan dengan perkembangan ekonomi digital yang signifikan. Berdasarkan data Bank Indonesia, transaksi pembayaran digital pada tahun 2024 mencapai Rp 15.881,53 triliun, tumbuh sebesar 16,15% dibandingkan tahun sebelumnya.

Payment gateway merupakan sebuah sistem yang memfasilitasi proses pembayaran secara online dengan menjadi penghubung antara pembeli dan penjual dalam transaksi online. Istilah ini berasal dari dua kata dalam bahasa Inggris: “payment,” yang berarti pembayaran, dan “gateway,” yang berarti gerbang. Oleh karena itu, payment gateway dapat diartikan sebagai gerbang pembayaran yang memungkinkan bisnis menerima transaksi dari pelanggan di berbagai lokasi dan waktu melalui internet. 

Payment gateway pertama kali muncul pada tahun 1995 dengan pengenalan enkripsi SSL oleh Jeff Knowles. Pengaturan payment gateway di Indonesia menjadi formal sejak peluncuran Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) oleh Bank Indonesia pada tahun 2017. GPN bertujuan mengintegrasikan berbagai instrumen pembayaran nasional, menggantikan dominasi sistem internasional seperti Visa dan Mastercard. 

Dalam praktiknya, payment gateway memproses transaksi dengan menghubungkan pelanggan, merchant, dan institusi keuangan. Teknologi ini memudahkan pembayaran menggunakan kartu kredit, debit, atau dompet digital, serta memastikan data transaksi terenkripsi dengan aman. Pada konteks legal, payment gateway digunakan oleh bisnis legal seperti e-commerce untuk memfasilitasi pembayaran dari pelanggan dengan cara yang aman dan efisien. Namun, ada kasus di mana payment gateway disalahgunakan oleh platform ilegal, termasuk judi online.

Pada konteks itu, platform judi online (Judol) memanfaatkan payment gateway untuk memproses transaksi keuangan, baik dalam bentuk deposit dari pemain maupun pengiriman uang kemenangan. Hal ini memungkinkan transaksi terjadi dengan cepat dan tanpa interaksi langsung. Untuk menghindari deteksi, platform Judol tersebut sering menyamarkan aktivitasnya dengan mendaftarkan layanan mereka sebagai bisnis legal, seperti e-commerce atau game online. Selain itu, beberapa payment gateway mendukung metode pembayaran yang bersifat anonim, seperti e-wallet atau cryptocurrency, sehingga pemain dan operator judi lebih sulit dilacak. Meskipun payment gateway sebetulnya adalah alat yang netral, pengawasan yang kurang dapat membuatnya dimanfaatkan untuk mendukung transaksi ilegal, termasuk judi online.

Berdasarkan laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sebanyak 21 penyelenggara payment gateway dengan 42 platform pembayaran telah diberikan peringatan terkait judi online. Pemberian surat peringatan tersebut sesuai dengan Pasal 35 ayat 1 Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Kementerian Kominfo telah melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap layanan Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP). Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendalam, seberapa dalam celah payment gateway di Indonesia dimanfaatkan oleh platform judi online?

Regulasi seperti Peraturan Bank Indonesia No. 19/8/PBI/2017 telah memberikan kerangka kerja untuk memonitor dan mengatur transaksi digital di Indonesia. Sayangnya, regulasi ini belum cukup kuat untuk mencegah penyalahgunaan payment gateway. Penyedia layanan sering kali menghadapi kesulitan dalam mendeteksi aktivitas ilegal karena kurangnya sistem pemantauan transaksi yang canggih. 

Celah keamanan dan regulasi pada sistem payment gateway telah membuka peluang bagi maraknya aktivitas judi online. Keunggulan teknologi payment gateway terletak pada kemampuannya mempermudah akses masyarakat, terutama dari kelas menengah ke bawah, untuk bertransaksi secara digital. Hal ini memberikan solusi bagi mereka yang sebelumnya mengalami kesulitan dalam mendapatkan layanan perbankan konvensional, yang acapkali memerlukan persyaratan rumit seperti dokumen resmi atau setoran awal.

Kemudahan ini, meskipun memberikan inklusi finansial, juga menjadi pintu masuk bagi jutaan orang untuk terlibat dalam transaksi judi online yang dioperasikan oleh bandar melalui ribuan situs. Kemajuan teknologi finansial ini, tanpa pengawasan dan regulasi yang memadai, justru memperburuk permasalahan sosial dengan meningkatnya partisipasi dalam aktivitas ilegal seperti judi online.

Edukasi kepada masyarakat tentang risiko judi online dan pentingnya literasi digital menjadi  perlu ditingkatkan untuk mengurangi permintaan terhadap platform ilegal tersebut. Selain itu, pemerintah perlu memperkuat regulasi, termasuk kewajiban penerapan prosedur Know Your Customer (KYC) dan pemantauan transaksi cerdas berbasis AI untuk memberantas penyalahgunaan payment gateway oleh Judol. Kerja sama antara pemerintah, penyedia payment gateway, dan regulator regional seperti ASEAN diperlukan untuk menciptakan standar keamanan bersama. ed.og


    Sumber :
  • katadata.co.id
  • https://blog.brankas.com/id/perkembangan-pembayaran-digital-di-indonesia-tren-peluang
  • https://www.ocbc.id/id/article/2021/07/15/payment-gateway
  • https://www.kompas.id/artikel/aktivitas-judi-daring-semakin-liar-pemain-bisa-deposit-mulai-rp-500
  • https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/54596/waspada-trik-baru-penyusupan-konten-judi-online-kelabui-medsos
  • https://ekonomi.republika.co.id/berita/sffold370/polri-ungkap-penggunaan-crypto-untuk-samarkan-uang-judi-online
  • https://katadata.co.id/digital/teknologi/66ba1fcbc6b16/alasan-kominfo-ancam-blokir-42-platform-pembayaran-soal-judi-online
Previous Post

Nasib Pekerja Alih Daya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Next Post

BUMN ‘BERSOLEK’ PRIVATISASI

admin_hints

admin_hints

Discussion about this post

Follow Us

  • Dunia sedang mengalami perubahan besar dalam konstelasi ekonomi-politik global. Ini ditandai dengan kemunduran relatif AS sebagai kekuatan imperialis utama bersama mitra strategisnya di Barat, perlambatan ekonomi kapitalis sejak krisis Keuangan Besar 2008–yang diperparah dengan pandemi covid-19, dan munculnya kekuatan-kekuatan alternatif seperti Tiongkok, Rusia, dan negara-negara lain yang disebut sebagai ‘penguatan’ Global South dengan visi yang condong mengarah pada tatanan dunia multipolar. Tentu, terlalu dini untuk mendeklarasikan kekalahan AS dan  Barat di saat kekuatan tersebut masih memegang kendali kuat pada bidang militer dan teknologi. 

Begitu pula perang tarif yang dilancarkan oleh Donald Trump perlu dipertimbangkan sebagai tujuan imperialis AS untuk menegaskan kembali  kekuatannya. Akan tetapi, kebangkitan kekuatan Global South tidak bisa diremehkan, mengingat rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut mencerminkan kemampuan mereka sebagai pemain penting dalam percaturan ekonomi-politik global.

Perubahan besar memicu perdebatan tentang arah masa depan tatanan dunia. Dalam konteks ini, multipolaritas yang diaspirasikan Global South sering dipandang sebagai peluang untuk membuat tatanan global yang lebih demokratis. Inisiatif seperti BRICS+ dan OPEC+, kerjasama ekonomi Selatan-Selatan, serta diplomasi energi dan pangan menjadi sinyal dari upaya negara-negara periferi untuk membangun tatanan yang lebih setara. Namun, pertanyaan penting muncul: apakah ini benar-benar menjanjikan pembebasan, atau hanya mengganti wajah kekuasaan global yang tetap bersifat eksploitatif? Dalam praktiknya, kerja sama ini kerap tidak lepas dari kepentingan elite negara dan korporasi besar, serta belum sepenuhnya mengakar pada gerakan rakyat yang sejati.

Dalam waktu yang sama, imperialisme global juga ikut menyesuaikan dirinya. Salah satu wajah barunya adalah melalui apa yang disebut sebagai green colonialism — yakni kolonialisasi dalam bentuk menggunakan proyek-proyek transisi energi "hijau" yang dibaliknya justru memperparah perampasan tanah, penggusuran masyarakat adat, dan pencaplokan sumber daya alam oleh perusahaan.
  • Sering mendengar pepatah "Jangan tanyakan apa yang negara berikan padamu, tapi tanyakan apa yang negara (Pemerintah Indonesia) berikan kepada Paman Sam...😁"

Negeri kita sejak dahulu terkenal dengan budaya ramah tamahnya, kali ini kembali terbukti dengan keramahannya kepada Investasi asing dalam hal ini Amerika Serikat.

Say good bye to "TKDN"
  • Upaya menghapus hambatan tarif tersebut merupakan salah satu ketentuan yang tercantum dalam Perjanjian Perdagangan Timbal Balik (Agreement on Reciprocal Trade) antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Jika ini benar-benar terjadi tentu dampak yang akan timbul bagai pil pahit yang harus ditelan oleh industri yang ada di Indonesia. Membanjirnya produk impor asal Amerika Serikat semakin membanjiri komoditas yang sudah penuh sesak dengan komoditas asal negara lain dan semakin memojokkan kondisi industri Indonesia semakin ke tepi jurang.

Apakah memang sudah waktunya mengibarkan bendera One Piece?

#onepice
  • Pengelolaan data pribadi masyarakat Indonesia oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat ini merupakan salah satu hal yang disepakati sebagai bagian dari kesepakatan penetapan tarif resiprokal 19 persen untuk Indonesia. 

Gedung Putih menyebut pengelolaan data pribadi masyarakat merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan, jasa, dan investasi digital Amerika Serikat. Disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan Amerika Serikat telah mengusahakan reformasi itu selama bertahun-tahun.

Masalah besar atas arus data lintas negara adalah korporasi besar bidang teknologi sangat diuntungkan dari perluasan digitalisasi ekonomi dengan mengendalikan data di dunia global. “Siapa yang mengontrol data pada dasarnya dapat mendominasi domain digital. Dan mereka menginginkan hak mutlak untuk mengontrol data yang dihasilkan dalam bisnis. Saat ini mereka juga melakukan lobi mempertahankan monopoli data” ujar Olisias Gultom. Jangan sampai kesepakatan ini menjadi kekhawatiran bersama dimulainya Kolonialisme Data yang dilakukan oleh Amerika Serikat.
  • “Indonesia akan membayar tarif 19 persen kepada Amerika Serikat untuk semua barang yang mereka ekspor ke negara kita,” kata Trump melalui media sosialnya, Kamis (16/7). Selain soal tarif, kesepakatan yang diteken kedua negara juga mencakup sejumlah komitmen dagang Indonesia terhadap Amerika Serikat. Trump mengungkapkan Indonesia akan membeli komoditas energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS, serta produk agrikultur senilai 4,5 miliar dolar AS. Ia juga menyatakan Indonesia telah sepakat membeli 50 unit pesawat Boeing terbaru, yang sebagian besar merupakan tipe Boeing 777.

Adapun Trump juga menyebut bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menghapus seluruh hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif, bagi produk-produk asal Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia.

Pentingnya kehati-hatian dalam setiap perjanjian dagang dengan negara besar seperti Amerika Serikat agar Indonesia tidak terjebak dalam pola dagang yang merugikan secara struktural, serta prinsip kemandirian dan daya saing nasional harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan perdagangan internasional yang ditempuh pemerintah. Dan semoga perjanjian dagang ini tidak mengarah kepada kolonialisme modern.
  • Transformasi ekonomi global saat ini dijalankan melalui perubahan model industri, dari berbasis fosil ke arah industri hijau. Agenda transisi energi—yang diklaim sebagai solusi krisis iklim—sesungguhnya merupakan bagian dari politik industri global yang menggunakan isu energi terbarukan dan teknologi hijau sebagai sektor strategis. 

Tujuan sesungguhnya untuk merespons krisis kapitalisme dan mempertahankan dominasi industri oleh negara-negara utama. Narasi “hijau” yang dikembangkan ini, dibelakangnya terdapat skema perdagangan, keuangan, dan investasi yang memperkuat ketimpangan ekonomi global dan memperpanjang relasi neo-kolonial antara negara utara dan negara-negara selatan.

Simposium ini dilakukan oleh Panitia Bersama (Hints, KASBI, KPR, KSN, Sempro, PWYP, Sembada dan SMI) di Indonesia dalam rangka menyambut pertemuan internasional Beyond Development Working Group. Acara yang berlangsung tanggal 1 – 3 Juli 2025 ini bertujuan untuk berdiskusi, saling tukar pendapat dan analisis organisasi terkait Kebijakan Industri di Indonesia terdampak atas Transformasi Ekonomi Hijau yang merubah geopolitik dan geoekonomi global.
  • Perang antar satu negara dengan negara lain sudah tentu yang menjadi korbannya adalah rakyat di masing-masing negara tersebut.

Perang yang terkadang memperebutkan sumber daya alam, eksistensi negaranya, memperluas teritori, bahkan hanya kepentingan segelintir elit dan konglomerat negaranya.

Stop Perang!! Saatnya bangun kerjasama dan solidaritas sesama rakyat internasional melawan Imperialisme.
  • WTO (Word Trade Organization) adalah sebuah organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. Tujuan utama WTO adalah untuk membuka perdagangan antarnegara dengan mengurangi atau menghilangkan hambatan tarif dan non-tarif. Keputusan di WTO diambil melalui konsensus atau kesepakatan bersama dari seluruh negara anggota.

Amerika Serikat dahulu adalah pelopor utama lahirnya sistem perdagangan multilateral berbasis aturan melalui WTO. Namun kini, justru AS yang kerap bertindak sepihak, melemahkan institusi yang dahulu ia perjuangkan. Dari penarikan diri terhadap kewajiban multilateral hingga memblokir fungsi Badan Banding WTO, serta yang terkini melakukan kebijakan perang tarif impor dengan “sesuka hatinya” terhadap negara lain yang juga sesama negara anggota WTO.

Lalu apa fungsi dari WTO saat ini?? Mengapa tidak dibubarkan saja sekalian??

#endwto

© 2022 - Sahita Institute

  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
No Result
View All Result
  • Home
  • About Us
  • Campaign
    • Trade Justice
    • Digital Justice
    • Energy Transtition
  • Collective Idea
    • Visual Movement
    • Article
  • News
  • Publication

© 2022 Sahita Institute