• Call: +62
  • E-mail: sahita.institute@hints.id
Sahita Institure
  • Home
  • About Us
  • Campaign
    • Trade Justice
    • Digital Justice
    • Energy Transtition
  • Collective Idea
    • Visual Movement
    • Article
  • News
  • Publication
No Result
View All Result
Sahita Institute
No Result
View All Result

Nasib Pekerja Alih Daya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Penulis: Rizki Ramadhan

January 17, 2025
in Article, Collective Idea
Home Collective Idea Article
Share on FacebookShare on Twitter

Mahkamah Konstitusi telah mengubah 21 aturan dalam Undang Undang No.6/2023 tentang Cipta Kerja. Hal ini dimuat dalam Putusan No.168/PUU-XXI/2023. Putusan MK ini akan berdampak luas bagi kondisi ketenagakerjaan di Indonesia.  Putusan MK yang dinilai penting ialah Pasal 81 angka 18 UU 6/2023 bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai, “Menteri menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya.”

Seberapa besar pengaruh putusan MK mengenai alih daya khususnya bagi pekerja dan industri pada umumnya? Sebelum putusan MK, peraturan yang mengenai pekerjaan alih daya diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) No.35 Tahun 2021 tentang tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Intinya alih daya bisa dilakukan untuk semua jenis pekerjaan. 

Pasal 64 dan 66 UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebelum terbitnya UU Cipta Kerja dan PP No. 35 Tahun 2021 alih daya dibatasi hanya untuk jenis pekerjaan tertentu yang sifatnya penunjang. Pekerjaan alih daya yang diserahkan kepada ke perusahaan lain itu adalah pekerjaan yang dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung, kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan sesuai dengan alur yang ditetapkan, dan tidak menghambat proses produksi.

Jenis pekerjaan yang dapat dilakukan oleh perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh antara lain: Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service); Usaha penyediaan makanan bagi pekerja; Usaha tenaga pengamanan; Usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; Usaha penyediaan angkutan pekerja. Jenis pekerjaan tersebut sesungguhnya merupakan jenis pekerjaan yang boleh diserahkan ke penyedia jasa tenaga kerja atau alih daya yang kita kenal dengan istilah outsourcing. Namun, praktek dilapangan tidak berkata demikian. Dalam industri manufaktur hampir semua bagian pekerjaan telah diserahkan atau dikerjakan oleh pekerja alih daya / outsourcing. 

Pekerja outsourcing saat ini merupakan pekerja yang sangat rentan manipulasi karena tidak mempunyai hubungan kerja yang tetap baik kepada perusahaan penyedia jasa maupun perusahaan tempat ia bekerja. Hubungan kerja yang rentan tersebut mengakibatkan mudahnya mengalami pemutusan hubungan kerja, ditambah tidak ada tunjangan yang didapat layaknya pekerja tetap lainnya seperti pesangon. Hal lazim lain yang juga  sering terjadi pada pekerja outsourcing yaitu tidak mendapatkan upah dan tunjangan yang sama dengan pekerja tetap, bahkan dalam banyak kasus upah dipotong tiap bulannya oleh Perusahaan penyedia jasa. Calon pekerja juga diharuskan membayar sekian juta kepada Perusahaan penyedia jasa sebagai syarat penempatan kerja .

Istilah outsourcing atau alih daya kita kenal dalam 20 tahun terakhir. Perkembangan dunia industri yang semakin pesat dengan tumbuhnya global supply chain mendorong pelaku usaha berkompetisi untuk terus menciptakan siasat dengan melakukan efisiensi, khususnya dalam upaya  menekan cost produksi. Jika dahulu suatu perusahaan mengerjakan/memproduksi semua komponen dalam satu pabrik, saat ini perusahaan dapat menyerahkan pekerjaan suatu komponen kepada vendor Perusahaan lain yang memproduksi komponen tersebut. Ini sesungguhnya yang disebut dengan outsourcing.   

Outsourcing seharusnya tidak menghapuskan hak dan perlindungan pekerja. Salah kaprah yang sengaja dimanfaatkan banyak perusahaan justru menjadikan outsourcing sebagai jurus menciptakan tenaga kerja murah yang digadang-gadang untuk mengundang investasi. Negara maju yang mengadopsi sistem kerja outsourcing justru membuat standar nilai yang tinggi bagi pekerja outsourcing. Pekerja outsourcing dinilai memiliki keahlian dan skill serta waktu pekerjaan tertentu yang dibutuhkan oleh Perusahaan / penerima jasa. Sebab itu nilai jasa pekerja outsourcing dianggap penting sehingga mendapatkan hak yang setimpal dengan pekerjaan yang dilakukan seperti yang dilakukan oleh negara-negara Uni Eropa dimana perlindungan terhadap hak pekerja outsourcing turut ditetapkan dalam regulasi dengan pengawasan yang ketat.

Putusan MK harus menjadi momentum untuk membenahi baik pemahaman maupun praktek mengenai outsourcing. Outsourcing dapat dilakukan dengan memindahkan/ alih daya pekerjaan tertentu kepada Perusahaan lain, bukan memindahkan/merubah status pekerja yang mengerjakan pekerjaan tersebut menjadi pekerja outsourcing. Tentu butuh pengawasan yang ketat oleh Kementerian Tenaga Kerja terhadap praktek sistem kerja outsourcing ini, terlebih praktek yang salah ini telah berjalan lama tanpa ada upaya untuk mengkoreksinya. Untuk itu juga diperlukan peraturan pengganti dari Peraturan Pemerintah (PP) No.35 Tahun 2021 sebagai turunan dari UU Cipta Kerja yang selama ini dijadikan landasan bagi penerapan sistem kerja outsourcing. ed.og.

Previous Post

Kebijakan Pengupahan Yang Adil Bagi Buruh

Next Post

Celah Payment Gateway dalam Praktik Judi Online

admin_hints

admin_hints

Discussion about this post

Follow Us

  • Dunia sedang mengalami perubahan besar dalam konstelasi ekonomi-politik global. Ini ditandai dengan kemunduran relatif AS sebagai kekuatan imperialis utama bersama mitra strategisnya di Barat, perlambatan ekonomi kapitalis sejak krisis Keuangan Besar 2008–yang diperparah dengan pandemi covid-19, dan munculnya kekuatan-kekuatan alternatif seperti Tiongkok, Rusia, dan negara-negara lain yang disebut sebagai ‘penguatan’ Global South dengan visi yang condong mengarah pada tatanan dunia multipolar. Tentu, terlalu dini untuk mendeklarasikan kekalahan AS dan  Barat di saat kekuatan tersebut masih memegang kendali kuat pada bidang militer dan teknologi. 

Begitu pula perang tarif yang dilancarkan oleh Donald Trump perlu dipertimbangkan sebagai tujuan imperialis AS untuk menegaskan kembali  kekuatannya. Akan tetapi, kebangkitan kekuatan Global South tidak bisa diremehkan, mengingat rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut mencerminkan kemampuan mereka sebagai pemain penting dalam percaturan ekonomi-politik global.

Perubahan besar memicu perdebatan tentang arah masa depan tatanan dunia. Dalam konteks ini, multipolaritas yang diaspirasikan Global South sering dipandang sebagai peluang untuk membuat tatanan global yang lebih demokratis. Inisiatif seperti BRICS+ dan OPEC+, kerjasama ekonomi Selatan-Selatan, serta diplomasi energi dan pangan menjadi sinyal dari upaya negara-negara periferi untuk membangun tatanan yang lebih setara. Namun, pertanyaan penting muncul: apakah ini benar-benar menjanjikan pembebasan, atau hanya mengganti wajah kekuasaan global yang tetap bersifat eksploitatif? Dalam praktiknya, kerja sama ini kerap tidak lepas dari kepentingan elite negara dan korporasi besar, serta belum sepenuhnya mengakar pada gerakan rakyat yang sejati.

Dalam waktu yang sama, imperialisme global juga ikut menyesuaikan dirinya. Salah satu wajah barunya adalah melalui apa yang disebut sebagai green colonialism — yakni kolonialisasi dalam bentuk menggunakan proyek-proyek transisi energi "hijau" yang dibaliknya justru memperparah perampasan tanah, penggusuran masyarakat adat, dan pencaplokan sumber daya alam oleh perusahaan.
  • Sering mendengar pepatah "Jangan tanyakan apa yang negara berikan padamu, tapi tanyakan apa yang negara (Pemerintah Indonesia) berikan kepada Paman Sam...😁"

Negeri kita sejak dahulu terkenal dengan budaya ramah tamahnya, kali ini kembali terbukti dengan keramahannya kepada Investasi asing dalam hal ini Amerika Serikat.

Say good bye to "TKDN"
  • Upaya menghapus hambatan tarif tersebut merupakan salah satu ketentuan yang tercantum dalam Perjanjian Perdagangan Timbal Balik (Agreement on Reciprocal Trade) antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Jika ini benar-benar terjadi tentu dampak yang akan timbul bagai pil pahit yang harus ditelan oleh industri yang ada di Indonesia. Membanjirnya produk impor asal Amerika Serikat semakin membanjiri komoditas yang sudah penuh sesak dengan komoditas asal negara lain dan semakin memojokkan kondisi industri Indonesia semakin ke tepi jurang.

Apakah memang sudah waktunya mengibarkan bendera One Piece?

#onepice
  • Pengelolaan data pribadi masyarakat Indonesia oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat ini merupakan salah satu hal yang disepakati sebagai bagian dari kesepakatan penetapan tarif resiprokal 19 persen untuk Indonesia. 

Gedung Putih menyebut pengelolaan data pribadi masyarakat merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan, jasa, dan investasi digital Amerika Serikat. Disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan Amerika Serikat telah mengusahakan reformasi itu selama bertahun-tahun.

Masalah besar atas arus data lintas negara adalah korporasi besar bidang teknologi sangat diuntungkan dari perluasan digitalisasi ekonomi dengan mengendalikan data di dunia global. “Siapa yang mengontrol data pada dasarnya dapat mendominasi domain digital. Dan mereka menginginkan hak mutlak untuk mengontrol data yang dihasilkan dalam bisnis. Saat ini mereka juga melakukan lobi mempertahankan monopoli data” ujar Olisias Gultom. Jangan sampai kesepakatan ini menjadi kekhawatiran bersama dimulainya Kolonialisme Data yang dilakukan oleh Amerika Serikat.
  • “Indonesia akan membayar tarif 19 persen kepada Amerika Serikat untuk semua barang yang mereka ekspor ke negara kita,” kata Trump melalui media sosialnya, Kamis (16/7). Selain soal tarif, kesepakatan yang diteken kedua negara juga mencakup sejumlah komitmen dagang Indonesia terhadap Amerika Serikat. Trump mengungkapkan Indonesia akan membeli komoditas energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS, serta produk agrikultur senilai 4,5 miliar dolar AS. Ia juga menyatakan Indonesia telah sepakat membeli 50 unit pesawat Boeing terbaru, yang sebagian besar merupakan tipe Boeing 777.

Adapun Trump juga menyebut bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menghapus seluruh hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif, bagi produk-produk asal Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia.

Pentingnya kehati-hatian dalam setiap perjanjian dagang dengan negara besar seperti Amerika Serikat agar Indonesia tidak terjebak dalam pola dagang yang merugikan secara struktural, serta prinsip kemandirian dan daya saing nasional harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan perdagangan internasional yang ditempuh pemerintah. Dan semoga perjanjian dagang ini tidak mengarah kepada kolonialisme modern.
  • Transformasi ekonomi global saat ini dijalankan melalui perubahan model industri, dari berbasis fosil ke arah industri hijau. Agenda transisi energi—yang diklaim sebagai solusi krisis iklim—sesungguhnya merupakan bagian dari politik industri global yang menggunakan isu energi terbarukan dan teknologi hijau sebagai sektor strategis. 

Tujuan sesungguhnya untuk merespons krisis kapitalisme dan mempertahankan dominasi industri oleh negara-negara utama. Narasi “hijau” yang dikembangkan ini, dibelakangnya terdapat skema perdagangan, keuangan, dan investasi yang memperkuat ketimpangan ekonomi global dan memperpanjang relasi neo-kolonial antara negara utara dan negara-negara selatan.

Simposium ini dilakukan oleh Panitia Bersama (Hints, KASBI, KPR, KSN, Sempro, PWYP, Sembada dan SMI) di Indonesia dalam rangka menyambut pertemuan internasional Beyond Development Working Group. Acara yang berlangsung tanggal 1 – 3 Juli 2025 ini bertujuan untuk berdiskusi, saling tukar pendapat dan analisis organisasi terkait Kebijakan Industri di Indonesia terdampak atas Transformasi Ekonomi Hijau yang merubah geopolitik dan geoekonomi global.
  • Perang antar satu negara dengan negara lain sudah tentu yang menjadi korbannya adalah rakyat di masing-masing negara tersebut.

Perang yang terkadang memperebutkan sumber daya alam, eksistensi negaranya, memperluas teritori, bahkan hanya kepentingan segelintir elit dan konglomerat negaranya.

Stop Perang!! Saatnya bangun kerjasama dan solidaritas sesama rakyat internasional melawan Imperialisme.
  • WTO (Word Trade Organization) adalah sebuah organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. Tujuan utama WTO adalah untuk membuka perdagangan antarnegara dengan mengurangi atau menghilangkan hambatan tarif dan non-tarif. Keputusan di WTO diambil melalui konsensus atau kesepakatan bersama dari seluruh negara anggota.

Amerika Serikat dahulu adalah pelopor utama lahirnya sistem perdagangan multilateral berbasis aturan melalui WTO. Namun kini, justru AS yang kerap bertindak sepihak, melemahkan institusi yang dahulu ia perjuangkan. Dari penarikan diri terhadap kewajiban multilateral hingga memblokir fungsi Badan Banding WTO, serta yang terkini melakukan kebijakan perang tarif impor dengan “sesuka hatinya” terhadap negara lain yang juga sesama negara anggota WTO.

Lalu apa fungsi dari WTO saat ini?? Mengapa tidak dibubarkan saja sekalian??

#endwto

© 2022 - Sahita Institute

  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
No Result
View All Result
  • Home
  • About Us
  • Campaign
    • Trade Justice
    • Digital Justice
    • Energy Transtition
  • Collective Idea
    • Visual Movement
    • Article
  • News
  • Publication

© 2022 Sahita Institute