Buruh melihat transisi energi
Melihat pendekatan saat ini terhadap agenda transisi energi. Terlihat bahwa fokusnya lebih pada perlindungan nilai ekonomi daripada pada perlindungan komunitas. Ini menciptakan ketidaksetaraan dalam proteksi terhadap tenaga kerja dan ekosistem. Transisi energi seharusnya menjadi alat untuk mempermudah, bukan untuk monopoli kepentingan tertentu. Kita perlu waspada terhadap risiko bahwa transisi energi dapat digunakan untuk kepentingan monopoli, bukan untuk manfaat bersama.
Transisi energi bukanlah konsep yang baru. Namun, kita perlu mengkritisi bahwa transisi ini harus adil dan bermanfaat bagi semua pihak, bukan hanya segelintir kepentingan. Hilirisasi juga harus melibatkan asas kemanfaatan bersama dan kebutuhan nasional, bukan hanya mendorong peralihan energi tetapi juga peningkatan kegiatan ekonomi ekstraksi mineral. Hal ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial yang lebih luas dari transisi energi.
Narasi tentang transisi energi cenderung mengarah pada ekonomi berbasis pasar yang dapat dimanfaatkan oleh korporasi besar. Agenda transisi energi melalui hilirisasi industry tambang mineral harus menjadi perhatian kritis bagi Gerakan buruh. Ini terkait dengan kemudahan dan fasilitas investasi yang dapat menguntungkan perusahaan, tetapi mungkin merugikan pekerja dalam hal fleksibilitas pasar tenaga kerja. Dengan demikian, penting untuk terus mempertanyakan apakah agenda ini sejalan dengan tujuan kesejahteraan sosial yang lebih luas.
Transisi energi saat ini di drive oleh kepentingan bisnis dan korporasi besar membuat ketergantungan pada teknologi dan modal, turut mendorong model pertumbuhan bersifat ekstraktif. Kaum buruh perlu mempertimbangkan ulang posisi politik mereka terkait agenda transisi. Mereka harus mendukung alternatif agenda pembangunan yang berfokus pada lingkungan dan keadilan bagi kaum buruh. Tujuan utama transisi energi haruslah produksi yang ramah lingkungan dan adil, dengan mengembalikan hak-hak buruh yang terpinggirkan.
Dampak transisi energi dan hilirisasi kepada buruh.
Transisi energi merupakan permasalahan yang tak terpisahkan dari peran gerakan buruh. Diskusi yang telah dilakukan sejauh ini telah menggambarkan dampak substansial yang dimilikinya. Sebelumnya, kita kurang memahami bahwa transisi energi memiliki konsekuensi langsung pada kehidupan buruh, terutama para buruh perempuan yang terkena dampak polusi udara yang bersumber dari proses transisi ini. Partisipasi dalam pengambilan keputusan regulasi seringkali kurang transparan dan tidak partisipatif, yang mengabaikan risiko dan dampak negatif yang mungkin dialami oleh masyarakat yang terlibat dalam transisi ini.
Perlu diperhatikan bahwa transisi energi bukanlah proses yang datang dengan sendirinya tanpa konsekuensi. Ada ketidaksetaraan dalam kepemilikan lahan dan dominasi kekuasaan dalam masyarakat yang turut mempengaruhi proses ini. Akumulasi primitif telah berkontribusi pada dampak lingkungan yang kita hadapi saat ini. Penting untuk diingat bahwa jika transisi energi tidak diatur sesuai dengan kebutuhan negara, maka kedaulatan energi negara dapat terganggu. Sebagai contoh, permasalahan di Jakarta menunjukkan bahwa upaya pengurangan polusi yang diatur oleh pemerintah juga berdampak pada kondisi pekerja, seperti pengaturan shift dan waktu kerja yang dapat memengaruhi kehidupan buruh.
Agenda transisi energi juga telah menghasilkan perubahan dalam industri manufaktur dan pengolahan mineral yang berdampak pada buruh. Peralihan produksi kendaraan dari mesin pembakaran internal ke kendaraan listrik memberikan dampak pada efisiensi tenaga kerja, sementara dalam industri pengolahan mineral, buruh menghadapi tantangan seperti upah yang tidak sesuai dengan lembur yang dilakukan dan hubungan kerja yang tidak pasti. Kesejahteraan dan keamanan kerja yang kurang memadai juga menjadi persoalan yang perlu ditangani secara serius dalam konteks ini.
Tuntutan buruh pada agenda transisi energi yang berkeadilan
Hilirisasi energi diarahkan terutama ke sektor listrik, sedangkan sumber energi lain tidak diberikan perhatian yang sebanding. Energi fosil, yang memiliki dampak lingkungan yang signifikan, seringkali dikuasai oleh negara-negara besar yang tidak memiliki sumber daya sendiri. Petrokimia dan sektor-sektor strategis lainnya juga seringkali berada dalam genggaman kontrol yang kuat. Di tengah situasi ini, Indonesia tampaknya belum sepenuhnya mendapatkan manfaat yang layak dari eksploitasi sumber daya alamnya sendiri. Ada perasaan bahwa transisi energi seolah-olah telah diarahkan untuk kepentingan monopoli, dengan sedikit manfaat yang sampai pada masyarakat Indonesia.
Namun, sisi lain dari kisah ini adalah bahwa ada peluang yang tersedia bagi Indonesia untuk mengubah arah politiknya dalam konteks transisi energi. Politik yang memihak monopoli dapat dipertanyakan dan dilawan dengan tekad dan kedaulatan yang tepat. Ada ruang bagi Indonesia untuk menjadi lawan kapitalisme monopoli dan mempertimbangkan solusi alternatif yang lebih adil dan berkelanjutan. Ini mengharuskan kita untuk menjembatani kesenjangan antara kesadaran lingkungan dan aspirasi untuk transisi yang adil dengan keterlibatan aktif serikat buruh.
Bagi Gerakan buruh, agenda transisi energi tetap menjadi kebutuhan mendesak dalam merespons krisis iklim global yang disebabkan oleh model Pembangunan ekstraktif yang telah lama dianut. Oleh karena itu, sangat penting bagi Gerakan buruh untuk menawarkan visi alternatif tentang transisi energi yang berkeadilan. Visi ini seharusnya didasarkan pada prinsip kebutuhan bersama yang berakar dalam proses partisipatif dari masyarakat, yang bertujuan untuk mengubah struktur akses, kepemilikan, produksi-distribusi, dan manfaat yang ada. Gerakan buruh perlu secara aktif terlibat dalam eksplorasi dan kajian mendalam tentang demokrasi dalam konteks transisi energi. Dengan begitu, kita dapat merancang transisi energi yang tidak hanya berkelanjutan secara lingkungan, tetapi juga adil secara sosial dan ekonomi.
Poin Tuntutan buruh dalam transisi energi
- Payung hukum dan sosial dari transisi energi yang adil, lestari dan sejahtera.
- Distribusi informasi yang utuh mengenai transisi energi
- Mendorong partisipasi penuh dan bermakna rakyat untuk transisi energi
- Peningkatan kapasitas (upskilling) untuk pekerja yang berisiko digantikan oleh mesin dan digitalisasi, jaminan untuk pekerja.
- Mendorong penegakan hukum dari pemerintah bagi perusahaan yang melanggar prinsip transisi energi.
- Memajukan politik perburuhan dan kebijakan perburuhan yang di hapus oleh UU Omnibuslaw untuk mencapai produk hukum perlindungan buruh, konsepsi upah, penguatan melalui PKB atau Saham Buruh (demokratisasi).
- Memperkuat jaringan internasional dan peningkatan pengetahuan bagi serikat buruh
Drafting Team:
- KPR – kprbpn@gmail.com
- KASBI – penguruspusat@kasbi.or.id
- FPBI – infopusat.fpbi@gmail.com
- Transnational Institute – r.hertanti@tni.org
- Hints – SahitaInstitute@gmail.com
- Trend Asia – info@trendasia.org
- LIPS – info@lips.or.id
For English :