Brussels, 26 September 2024.
Di dalam masa transisi pemerintahan yang baru di Indonesia dan Eropa, perjanjian kerjasama ekonomi komprehensif Indonesia-Uni Eropa (I-EU CEPA) kerap dipaksakan untuk segera dituntaskan. Meskipun, berbagai isu sensitive masih belum dapat disepakati oleh kedua pihak khususnya berkaitan dengan isu mineral kritis, investasi, dan digital. Bahkan isu-isu sensitive ini masih menjadi kritik besar kelompok masyarakat sipil di Indonesia dan Uni Eropa mengingat potensi dampaknya terhadap kehidupan rakyat.
Pada Agustus 2024, Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Keadilan Ekonomi (Koalisi MKE) telah mengirimkan Surat Terbuka Rakyat Indonesia kepada Presiden Joko Widodo untuk menghentikan perundingan akibat prosesnya yang tidak demokratis dan berpotensi melanggar Konstitusi Indonesia. Surat ini ditandatangani oleh 35 organisasi masyarakat sipil dan 30 individu aktivis pegiat HAM dan Keadilan Sosial di Indonesia.
Sebagai bagian kerja advokasi dan kampanye secara kolektif, European Trade Justice Network (ETJC) mendukung desakan Koalisi MKE untuk tidak menyelesaikan perundingan I-EU CEPA karena berpotensi melanggar HAM dan keberlanjutan lingkungan baik di Indonesia maupun di Uni Eropa.
Untuk itu, ETJC melakukan dialog dengan anggota parlemen Uni Eropa dari Partai Kiri dan Partai Hijau di Brussels, Belgia (26/9) untuk mendesak Parlemen Uni Eropa agar memastikan perundingan I-EU CEPA tidak dilanjutan dengan berbagai faktor pertimbangan dampak. ETJC yang diwakili oleh Transnational Institute, BothEnds, Friends of the Earth Europe, PowerShift, dan 11.11.11 menyampaikan secara langsung dokumen Surat Terbuka Rakyat Indonesia tersebut diatas kepada Anggota Parlemen Uni Eropa dari Partai Kiri dan Partai Hijau.
Dalam dialog ETJC dengan Anggota Parlemen Uni Eropa terdapat beberapa catatan kritis yang disampaikan khususnya berkaitan dengan kebijakan Uni Eropa mengenai Green Industrial Policy dan EU Critical Raw Materials Act. Dua kebijakan ini akan mendorong ekspansi ekstraksi mineral kritis dan privatisasi sektor energi di negara berkembang, khususnya Indonesia, akibat perundingan bab energi dan raw materials di dalam CEPA sebagai instrument pelaksana dari kedua kebijakan Uni Eropa tersebut.
Anggota Parlemen Partai Kiri menyampaikan komitmennya bahwa sektor energi adalah sektor esensial untuk public sehingga agenda privatisasi akan menjadi perhatian khusus anggotanya untuk memastikan Uni Eropa tidak mengambil untung dari praktek privatisasi energi di Indonesia. Lebih lanjut, anggota parlemen Partai Hijau menekankan bahwa agenda kebijakan industry hijau di Uni Eropa tidak boleh menutup kesempatan hak Indonesia untuk memiliki nilai tambah produksi dan hal ini sejalan dengan komitmen Partai Hijau untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan. Tentunya, tidak ada perjuangan yang sia-sia. Pada akhirnya, kedua pemerintahan Kembali menyatakan untuk menunda penyelesaian perundingan Indonesia-EU CEPA di akhir tahun 2024. Meskipun begitu, kelompok masyarakat sipil Indonesia dan Uni Eropa akan tetap konsisten menyuarakan secara kritis I-EU CEPA dan dampaknya terhadap kehidupan rakyat dan keberlanjutan planet ini.