• Call: +62
  • E-mail: sahita.institute@hints.id
Sahita Institure
  • Home
  • About Us
  • Campaign
    • Trade Justice
    • Digital Justice
    • Energy Transtition
  • Collective Idea
    • Visual Movement
    • Article
  • News
  • Publication
No Result
View All Result
Sahita Institute
No Result
View All Result

Gugat Permendikbud yang Jadi Dasar Kenaikan UKT, Mahasiswa Patungan Bayar Biaya Registrasi ke MA

December 23, 2024
in News
Home Collective Idea News
Share on FacebookShare on Twitter

TEMPO.CO, Jakarta / 13 Juni 2024 – Gerakan Mahasiswa Bersama Rakyat yang terdiri dari sejumlah perwakilan mahasiswa dari berbagai kampus menggugat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud Ristek) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ke Mahkamah Agung atau MA. Gugatan itu diajukan pada Kamis, 13 Juni 2024.

Penasehat hukum gerakan itu, Alif Fauzi Nurwidiastomo, mengatakan proses pengajuan permohonan ke MA oleh para mahasiswa dilakukan cukup lama. Alasannya, kata pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum itu, mahasiswa tak tahu jika menggugat ke MA perlu membayar biaya registrasi.

“Untuk panjer Rp 1 juta (biaya hak uji materiil) dan biaya pendapatan negara bukan pajak Rp 200 ribu. Itu cukup mahal untuk mahasiswa mencoba mencari keadilan di tengah mahalnya UKT (uang kuliah tunggal),” kata Alif ditemui Tempo di halaman Gedung MA, Jakarta Pusat pada Kamis, 13 Juni 2024.

Akhirnya, beberapa gabungan mahasiswa tersebut mengumpulkan dana kolektif untuk biaya registrasi. Alif menyebut biaya yang dibebankan itu sebagai biaya penanganan berkas jika nantinya gugatan tersebut kalah. “Mahasiswa cukup kaget karena enggak pegang tunai jadi kolektif mengumpulkan dana sesegera mungkin,” ujarnya.

Permohonan gugatan, menurut Alif, sudah disetujui MA. Namun, pihaknya belum mendapatkan nomor registrasi perkara. Nomor registrasi diperkirakan keluar dalam sepekan ke depan.

Alif mengatakan Gerakan Mahasiswa Bersama Rakyat menggugat agar Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 dibatalkan. Soalnya, aturan itu menjadi biang kerok dari kenaikan UKT yang terjadi di berbagai kampus. Aturan itu menjadi dasar kampus menaikan UKT hingga IPI atau uang gedung.

Jika aturan itu tak dicabut, dia khawatir tahun depan UKT naik sekalipun tahun ini dibatalkan oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim. Pembatalan kenaikan UKT itu dilakukan setelah muncul aksi demo mahasiswa di berbagai kampus.

Aliansi mahasiwa itu tak hanya mengajukan gugatan ke MA tapi juga menggelar aksi menolak kenaikan UKT di depan gedung MA. Dalam aksi itu, mereka menuntut sejumlah poin. Adapun 10 poin tuntutan untuk Kementerian Pendidikan yang diajukan oleh Gerakan Mahasiswa Bersama Rakyat yakni:

1. Cabut Permendikbud Ristek Nomor 2 Tahun 2024.
2. Kembalikan rumus perhitungan uang kuliah tunggal (UKT)
3. Tingkatkan sekurang-kurangnya dua kali lipat anggaran BOPTN dan BPPTNBH lalu alokasikan untuk memberi subsidi UKT yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
4. Wajibkan perguruan tinggi negeri menerapkan UKT golongan 1 Rp 0 dan UKT golongan 2 mulai Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta pada mahasiswa yang kurang mampu atau 40 persen di luar mahasiswa penerima KIP (kartu Indonesia Pintar) dan beasiswa.
5. Kembalikan pungutan tunggal UKT dengan melarang penerapan IPI termasuk pungutan KKN, KKL, praktikum dan yudisium.
6. Terapkan kebijakan tarif UKT regresif atau tarif yang mengalami penurunan nominal secara periodik sekurang-kurangnya 10 persen setiap tahun untuk diberlakukan ke semua PTN.
7. Terapkan indokator penempatan mahasiswa dalam golongan UKT secara nasional dengan mempertimbangkan aspek-aspek ekonomi dan jumlah tanggungan keluarga.
8. Batalkan seluruh kerjasama pinjaman dana pendidikan atau student loan antara perusahaan-perusahaan dan lembaga keuangan.
9. Anggaran BOPTS pada perguruan tinggi swasta (PTS) yang bersifat nirlaba fokus dialokasikan untuk penurunan tarif kuliah mahasiswa kurang mampu.
10. Wajibkan perguruan tinggi untuk melibatkan civitas akademika (mahasiswa, dosen dan pekerja kampus) secara terbuka dalam perencanaan, perumusan dan pengambilan kebijakan perguruan tinggi.

Alif mendesak pemerintah memenuhi tuntutan itu. Jika tidak, kata dia, mahasiswa akan menggelar aksi lebih besar lagi. Adapun aksi itu terdiri dari gabungan mahasiswa dan lembaga seperti Ruang Juang, Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Liga Mahasiswa Indonesia Untuk Demokrasi (LMID), Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO), Adkesma BEM Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Konfederasi KASBI, dan Lembaga Pers Mahasiswa Nasional (SGBN).

Selanjutnya, FL2MI Wilayah D.I.Yogyakarta, Federqsi Pelajar Jakarta, Federasi Pelajar Bekasi, Solidaritas Pemoeda Rawamangun (Spora) Universitas Negeri Jakarta, Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) Nusa Tenggara Barat, Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMASHI) Universitas Andalas, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Pemuda Baru Indonesia (Pembaru) Cabang Jakarta, Sahita Institute (Hints), Kaukus Indonesia Untuk Kebenasan Akademik (KIKA), dan Marsinah.id.

Source : https://www.tempo.co/politik/gugat-permendikbud-yang-jadi-dasar-kenaikan-ukt-mahasiswa-patungan-bayar-biaya-registrasi-ke-ma-49523

Previous Post

Ini Syaratnya Jika Prabowo Subianto Serius Lakukan Hilirisasi

Next Post

MKE Desak Pemerintah Hentikan Perundingan Perdagangan Bebas dengan Uni Eropa

Editorial

Editorial

Discussion about this post

Follow Us

  • Dunia sedang mengalami perubahan besar dalam konstelasi ekonomi-politik global. Ini ditandai dengan kemunduran relatif AS sebagai kekuatan imperialis utama bersama mitra strategisnya di Barat, perlambatan ekonomi kapitalis sejak krisis Keuangan Besar 2008–yang diperparah dengan pandemi covid-19, dan munculnya kekuatan-kekuatan alternatif seperti Tiongkok, Rusia, dan negara-negara lain yang disebut sebagai ‘penguatan’ Global South dengan visi yang condong mengarah pada tatanan dunia multipolar. Tentu, terlalu dini untuk mendeklarasikan kekalahan AS dan  Barat di saat kekuatan tersebut masih memegang kendali kuat pada bidang militer dan teknologi. 

Begitu pula perang tarif yang dilancarkan oleh Donald Trump perlu dipertimbangkan sebagai tujuan imperialis AS untuk menegaskan kembali  kekuatannya. Akan tetapi, kebangkitan kekuatan Global South tidak bisa diremehkan, mengingat rata-rata pertumbuhan ekonomi negara-negara tersebut mencerminkan kemampuan mereka sebagai pemain penting dalam percaturan ekonomi-politik global.

Perubahan besar memicu perdebatan tentang arah masa depan tatanan dunia. Dalam konteks ini, multipolaritas yang diaspirasikan Global South sering dipandang sebagai peluang untuk membuat tatanan global yang lebih demokratis. Inisiatif seperti BRICS+ dan OPEC+, kerjasama ekonomi Selatan-Selatan, serta diplomasi energi dan pangan menjadi sinyal dari upaya negara-negara periferi untuk membangun tatanan yang lebih setara. Namun, pertanyaan penting muncul: apakah ini benar-benar menjanjikan pembebasan, atau hanya mengganti wajah kekuasaan global yang tetap bersifat eksploitatif? Dalam praktiknya, kerja sama ini kerap tidak lepas dari kepentingan elite negara dan korporasi besar, serta belum sepenuhnya mengakar pada gerakan rakyat yang sejati.

Dalam waktu yang sama, imperialisme global juga ikut menyesuaikan dirinya. Salah satu wajah barunya adalah melalui apa yang disebut sebagai green colonialism — yakni kolonialisasi dalam bentuk menggunakan proyek-proyek transisi energi "hijau" yang dibaliknya justru memperparah perampasan tanah, penggusuran masyarakat adat, dan pencaplokan sumber daya alam oleh perusahaan.
  • Sering mendengar pepatah "Jangan tanyakan apa yang negara berikan padamu, tapi tanyakan apa yang negara (Pemerintah Indonesia) berikan kepada Paman Sam...😁"

Negeri kita sejak dahulu terkenal dengan budaya ramah tamahnya, kali ini kembali terbukti dengan keramahannya kepada Investasi asing dalam hal ini Amerika Serikat.

Say good bye to "TKDN"
  • Upaya menghapus hambatan tarif tersebut merupakan salah satu ketentuan yang tercantum dalam Perjanjian Perdagangan Timbal Balik (Agreement on Reciprocal Trade) antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Jika ini benar-benar terjadi tentu dampak yang akan timbul bagai pil pahit yang harus ditelan oleh industri yang ada di Indonesia. Membanjirnya produk impor asal Amerika Serikat semakin membanjiri komoditas yang sudah penuh sesak dengan komoditas asal negara lain dan semakin memojokkan kondisi industri Indonesia semakin ke tepi jurang.

Apakah memang sudah waktunya mengibarkan bendera One Piece?

#onepice
  • Pengelolaan data pribadi masyarakat Indonesia oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat ini merupakan salah satu hal yang disepakati sebagai bagian dari kesepakatan penetapan tarif resiprokal 19 persen untuk Indonesia. 

Gedung Putih menyebut pengelolaan data pribadi masyarakat merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan, jasa, dan investasi digital Amerika Serikat. Disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan Amerika Serikat telah mengusahakan reformasi itu selama bertahun-tahun.

Masalah besar atas arus data lintas negara adalah korporasi besar bidang teknologi sangat diuntungkan dari perluasan digitalisasi ekonomi dengan mengendalikan data di dunia global. “Siapa yang mengontrol data pada dasarnya dapat mendominasi domain digital. Dan mereka menginginkan hak mutlak untuk mengontrol data yang dihasilkan dalam bisnis. Saat ini mereka juga melakukan lobi mempertahankan monopoli data” ujar Olisias Gultom. Jangan sampai kesepakatan ini menjadi kekhawatiran bersama dimulainya Kolonialisme Data yang dilakukan oleh Amerika Serikat.
  • “Indonesia akan membayar tarif 19 persen kepada Amerika Serikat untuk semua barang yang mereka ekspor ke negara kita,” kata Trump melalui media sosialnya, Kamis (16/7). Selain soal tarif, kesepakatan yang diteken kedua negara juga mencakup sejumlah komitmen dagang Indonesia terhadap Amerika Serikat. Trump mengungkapkan Indonesia akan membeli komoditas energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS, serta produk agrikultur senilai 4,5 miliar dolar AS. Ia juga menyatakan Indonesia telah sepakat membeli 50 unit pesawat Boeing terbaru, yang sebagian besar merupakan tipe Boeing 777.

Adapun Trump juga menyebut bahwa Indonesia telah berkomitmen untuk menghapus seluruh hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif, bagi produk-produk asal Amerika Serikat yang masuk ke Indonesia.

Pentingnya kehati-hatian dalam setiap perjanjian dagang dengan negara besar seperti Amerika Serikat agar Indonesia tidak terjebak dalam pola dagang yang merugikan secara struktural, serta prinsip kemandirian dan daya saing nasional harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan perdagangan internasional yang ditempuh pemerintah. Dan semoga perjanjian dagang ini tidak mengarah kepada kolonialisme modern.
  • Transformasi ekonomi global saat ini dijalankan melalui perubahan model industri, dari berbasis fosil ke arah industri hijau. Agenda transisi energi—yang diklaim sebagai solusi krisis iklim—sesungguhnya merupakan bagian dari politik industri global yang menggunakan isu energi terbarukan dan teknologi hijau sebagai sektor strategis. 

Tujuan sesungguhnya untuk merespons krisis kapitalisme dan mempertahankan dominasi industri oleh negara-negara utama. Narasi “hijau” yang dikembangkan ini, dibelakangnya terdapat skema perdagangan, keuangan, dan investasi yang memperkuat ketimpangan ekonomi global dan memperpanjang relasi neo-kolonial antara negara utara dan negara-negara selatan.

Simposium ini dilakukan oleh Panitia Bersama (Hints, KASBI, KPR, KSN, Sempro, PWYP, Sembada dan SMI) di Indonesia dalam rangka menyambut pertemuan internasional Beyond Development Working Group. Acara yang berlangsung tanggal 1 – 3 Juli 2025 ini bertujuan untuk berdiskusi, saling tukar pendapat dan analisis organisasi terkait Kebijakan Industri di Indonesia terdampak atas Transformasi Ekonomi Hijau yang merubah geopolitik dan geoekonomi global.
  • Perang antar satu negara dengan negara lain sudah tentu yang menjadi korbannya adalah rakyat di masing-masing negara tersebut.

Perang yang terkadang memperebutkan sumber daya alam, eksistensi negaranya, memperluas teritori, bahkan hanya kepentingan segelintir elit dan konglomerat negaranya.

Stop Perang!! Saatnya bangun kerjasama dan solidaritas sesama rakyat internasional melawan Imperialisme.
  • WTO (Word Trade Organization) adalah sebuah organisasi internasional yang mengatur perdagangan internasional. Tujuan utama WTO adalah untuk membuka perdagangan antarnegara dengan mengurangi atau menghilangkan hambatan tarif dan non-tarif. Keputusan di WTO diambil melalui konsensus atau kesepakatan bersama dari seluruh negara anggota.

Amerika Serikat dahulu adalah pelopor utama lahirnya sistem perdagangan multilateral berbasis aturan melalui WTO. Namun kini, justru AS yang kerap bertindak sepihak, melemahkan institusi yang dahulu ia perjuangkan. Dari penarikan diri terhadap kewajiban multilateral hingga memblokir fungsi Badan Banding WTO, serta yang terkini melakukan kebijakan perang tarif impor dengan “sesuka hatinya” terhadap negara lain yang juga sesama negara anggota WTO.

Lalu apa fungsi dari WTO saat ini?? Mengapa tidak dibubarkan saja sekalian??

#endwto

© 2022 - Sahita Institute

  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
No Result
View All Result
  • Home
  • About Us
  • Campaign
    • Trade Justice
    • Digital Justice
    • Energy Transtition
  • Collective Idea
    • Visual Movement
    • Article
  • News
  • Publication

© 2022 Sahita Institute